Minggu, 13 Oktober 2013

Masa Depan

Berlari ku menyusuri jalur hidup ini
membawa semangat untuk masa depan
yang telah menungguku disana
ditempat yang akan ku gapai

 Meskipun rintangan selalu ada untuk menghalangiku
ku kan terus menghadapi dan melewati semua rintangan
demi masa depan yang cerah
yang telah menungguku

Dengan segenap keteguhan hati
Segenap semangat yang membara
akan ku gapai semua cita cita ku



Wancana Singkat Dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)

Belajar Menguasai EYD dengan Sempurna

Meski sudah lepas dari bangku sekolah atau kuliah, bukan berarti kita melupakan aturan
ejaan dalam berbahasa. Karena apapun bidang pekerjaan yang kita pilih nantinya, tetap
akan menuntut penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam bahasa lisan
maupun bahasa tulisan. Karena tak jarang saya melihat bahwa ada beberapa penulis, wartawan, pejabat-pejabat di pemerintahan ataupun di swasta, kurang menguasai EYD dengan baik
dalam tulisan-tulisan atau surat-surat resmi mereka.

Maka dari itu, saya merasa perlu untuk menuliskan pedoman umum penggunaan EYD yang
merupakan dasar dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

PENULISAN KATA SESUAI EYD
Berikut adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata.
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kata turunan (lihat pula penjabaran di bagian Kata turunan)
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar, dikelola.
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, baik yang berarti    tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu), jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang berbentuk berubah beraturan (sayur-mayur, ramah-tamah).
Gabungan kata atau kata majemuk
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar, orang tua, ibu kota, sepak bola.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian. Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian Gabungan kata yang ditulis serangkai.
Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya) ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil, bukumu, miliknya.
Kata depan atau preposisi (di, ke, dari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim seperti kepada, daripada, keluar, kemari, dll. Contoh: di dalam, ketengah, dari Surabaya.
Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.
Partikel
Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah, siapakah, apatah.
Partikel -pun ditulis terpisah, kecuali yang lazim dianggap padu seperti adapun, bagaimanapun, dll. Contoh: apa pun, satu kali pun.
Partikel per- yang berarti "mulai", "demi", dan "tiap" ditulis terpisah. Contoh: per 1 April, per helai.
Singkatan dan akronim.
Akronim dan singkatan hanya sebaiknya digunakan sebagai judul jika hal tersebut jauh lebih
terkenal daripada kepanjangannya (misalnya AIDS vs. Acquired Immune Deficiency Syndrome,
radar vs. Radio Detection and Ranging).
Seringkali suatu singkatan yang terkenal kepanjangannya menggunakan bahasa asing sehingga
penutur bahasa Indonesia yang terbiasa menggunakan akronim/singkatan yang telah diserap dalam bahasa Indonesia tersebut lebih terbiasa dengan singkatannya. Hal ini juga patut dicermati. Contoh adalah ASEAN vs. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
Untuk beberapa judul artikel pembaca dalam bahasa Indonesia mungkin akrab dengan lebih dari
satu varian nama, misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB, United Nations, UN, yang semuanya menunjuk ke entitas yang sama.
Sebisa mungkin jika kepanjangan suatu akronim dijadikan judul artikel maka perlu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia, jika ada, maka sebaiknya padanan tersebutlah yang dijadikan judul artikel tersebut, misalnya UNESCO vs. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Akronim atau singkatan yang terdiri dari dua atau tiga huruf tidak sebaiknya dijadikan judul, kecuali untuk kasus-kasus istimewa, karena akronim dan singkatan yang terdiri dari dua atau tiga huruf dapat memiliki kepanjangan lebih dari satu dalam bahasa-bahasa yang berbeda. Anda disarankan untuk meneliti di abbreviations.com atau di Wikipedia bahasa Inggris yang lebih lengkap daripada
Wikipedia bahasa Indonesia.


Sumber:
http://eyd.kamusjawa.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Yang_Disempurnakan

Artikel Dengan Ragam Bahasa Ilmiah, Semi Ilmiah & Non Ilmiah

1. Ragam bahasa ilmiah
    Definisi , Karya Ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukannya.
    Contoh ,
Peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak bisa dilepaskan dari kegiatan membaca. Kegiatan membaca dapat dipandang sebagai kegiatan dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia agar dapat mencapai kemajuan hidup. Membaca adalah sebuah kegiatan sine quo non dalam seluruh proses pendidikan. Segala bidang baik yang berkaitan dengan ilmu maupun budaya tidak akan dapat dikaji dan diperoleh tanpa kegiatan membaca.
            Paradigma tentang hakikat dan tujuan pembelajaran membaca lebih menekankan pada kemampuan memahami teks bacaan. Pemahaman terhadap teks bacaan tersebut tentunya memiliki standar yang dapat dijadikan tolok ukur apakah pembaca benar-benar telah memahami dan menguasai kandungan teks bacaan (content area) atau belum. Pembelajaran membaca yang termasuk dalam pembelajaran bahasa menjadi satu hal yang pokok dan tidak bisa dikesampingkan oleh sekolah sebagai institusi pendidikan yang menjangkau perwujudan budaya literasi (baca-tulis) bagi siswa-siswanya.
            Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nida dan Harris (Tarigan, 1981: 1) bahwa keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), serta keterampilan menulis (writing skills). Keempat keterampilan berbahasa tersebut saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Namun keempat keterampilan berbahasa tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu komunikasi tatap muka serta komunikasi tidak tatap muka (Tarigan, 1981: 2). Komunikasi tatap muka terdiri dari keterampilan menyimak yang bersifat langsung, apresiatif, reseptif, dan fungsional serta keterampilan berbicara yang bersifat langsung, produktif, dan ekspresif. Sementara itu, komunikasi tidak tatap muka meliputi keterampilan membaca yang bersifat tidak langsung, apresiatif, reseptif, dan fungsional serta keterampilan menulis yang bersifat tidak langsung, produktif, dan ekspresif. Dari pengelompokan yang dikemukakan oleh Tarigan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan berbicara sangat erat kaitannya dengan kegiatan menyimak sedangkan kegiatan membaca sangat erat kaitannya dengan kegiatan menulis.
            Pada bagian sebelumnya telah dinyatakan bahwa sekolah memiliki peran penting dalam mewujudkan budaya literasi bagi siswa-siswanya. Pembelajaran membaca khususnya pada siswa sekolah diupayakan sedemikian rupa dengan mengintegrasikannya dengan keterampilan menulis. Namun tidak tertutup kemungkinan pengintegrasian keterampilan membaca dengan kajian dari disiplin ilmu yang lain, misalnya psikologi. Hal ini dikarenakan oleh adanya proses-proses mental di dalam otak atau minda manusia yang terlibat ketika seseorang  berbahasa (Dardjowijojo, 2003: 7). Oleh karena itu, dalam ilmu bahasa interdisipliner dikenal psikolinguistik yang merupakan integrasi dari dua disiplin ilmu , yaitu psikologi dan linguistik.
            Keterampilan membaca yang merupakan salah satu keterampilan berbahasa tentunya tidak dapat terlepas dari peranan psikologi dalam upaya pemahaman terhadap bacaan. Hal ini sejalan dengan uraian Baker dan Brown (Thierney, 1990: 302) mengenai kemampuan pembaca yang dikaitkan dengan psikologi pengajaran bahasa. Mereka menguraikan bahwa pembaca sebenarnya memiliki kemampuan metakognisi yang seringkali tidak disadari atau diketahui oleh pembaca sendiri. Kemampuan metakognisi ini sangat berperan dalam upaya untuk memahami materi bacaan.
            Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam mempelajari berbagai bidang ilmu. Hal ini dikarenakan bahasa berfungsi sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai bidang ilmu tersebut sehingga keterampilan berbahasa mutlak diperlukan. Tuntutan kebutuhan untuk menguasai berbagai bidang ilmu ini tentunya harus disikapi secara arif. Dalam bidang pengajaran, pengetahuan dan keterampilan berbahasa digunakan untuk mempelajari materi pelajaran (content area material) baik bidang ilmu sosial dan budaya seperti sejarah, ekonomi, geografi, bahasa dan sastra, maupun bidang ilmu eksakta  seperti fisika, matematika, biologi, dan kimia. Keterampilan membaca dan menulis merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh guru dan siswa untuk mempelajari berbagai bidang ilmu tersebut.
2. Ragam Bhasa semi ilmiah
     Definisi,
  Karya Semi Ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan. Penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah. Penulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya tekhnis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi.


   
     Contoh ,
Akhir-akhir ini peristiwa bencana sering menimpa negeri ini, semua pihak merasa terkejut dengan rentetan kejadian bencana, diawali dengan Gempa Bumi yang diiringi gelombang tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara yang terjadi tanggal 26 Oktober 2004, merenggut nyawa berkisar 240.000 orang meninggal dan hilang, dari laporan Overseas Development Institute (ODI) tahun 2005, total kerugian finansial dan ekonomi dari bencana tsunami mencapai US$ 4,45 miliar atau sekitar Rp. 40 triliun atau sekitar 1,2 persen dari total PDB tahun 2006 , tanggal 6 Januari 2006 terjadi banjir Bandang dan tanah Longsor di Jember Jawa Timur dan Banjarnegara Jawa Tengah, tanggal 27 Mei 2006 Gempa Bumi yang terjadi di Daerah Istimewa Jogyakarta dan Jawa Tengah yang mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia, dari catatan Bappenas tahun 2006, kerugian finansial dan ekonomi akibat gempa bumi di Yogjakarta sebesar Rp 29,1 triliun, angka tersebut meliputi total kerusakan aset pemerintah, dunia usaha dan warga. Tanggal 2 Februari 2007 air menggenangi Ibukota Jakarta dan wilayah Jabodetabek setinggi 1 sampai 5 Meter, yang mengakibatkan ribuan rumah warga ibukota Jakarta dan wilayah Bekasi dan Tangerang terendam, dengan total kerugian finansial dan ekonomi akibat banjir berdasarkan perhitungan Bappenas mencapai Rp 8,8 triliun, tanggal 6 Maret 2007 terjadi Gempa Bumi di Sumatera Barat yang meluluhlantakkan pemukiman penduduk yang berakibat ratusan jiwa meninggal dan ribuan rumah rusak serta tanggal 10 September 2007 Gempa Bumi menghantam Provinsi Bengkulu dengan kekuatan 7,9 skala richter. Dari rangkaian kejadian tersebut membuktikan bahwa wilayah kepulauan Indonesia rentan terhadap kejadian peristiwa alam yang dinamakan bencana alam.


3. Ragam Bahasa non ilmiah
    Definisi,
Karya Non Ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).
Ciri-ciri karya tulis non-ilmiah, yaitu:
Ditulis berdasarkan fakta pribadi,
Fakta yang disimpulkan subyektif,
Gaya bahasa konotatif dan populer,
Tidak memuat hipotesis,
Penyajian dibarengi dengan sejarah,
Bersifat imajinatif,
Situasi didramatisir,
Bersifat persuasif.
Tanpa dukungan bukti
Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah, yaitu:
Dongeng, Novel, Cerpen, Roman
    Contoh,
Huruf Terakhir
Cerpen Benny Arnas

NAMAKU Lili, ujarmu di perkenalan kalian dua tahun yang lalu, perkenalan yang akhirnya mengantarkan kalian ke pelaminan, pernikahan yang melempar kalian ke kesemuan yang lucu, kenyataan yang menyeret kalian ke dalam lakon berdarah siang itu!
***
SEJAK dipromosikan menjadi sekretaris direktur, sebagian besar waktumu kau habiskan untuk urusan pekerjaan. Kau tak pernah tahu, sedari kau putar kunci Avanza lalu meluncur ke kantor di utara kota, Illy selalu berhasil membawamu kembali. Dari pagi hingga malam me ninggi, kalian membincangkan banyak hal. Dari pekerjaan, kesetaraan gender, kurs rupiah yang makin anjlok, anggotaanggota DPR yang beradu mulut dan saling tonjok, isu naiknya harga BBM, hingga perkara asmara.
Untuk yang terakhir, kalian tidak hanya terlibat dalam perbincangan yang hangat, tapi juga kerap bercumbu bagai tak menenggang keberadaan tetangga. Kadang Illy tertawa keras-keras, kadang memekik penuh gairah, dan tak jarang melenguh seolah tengah menuntaskan pertarungan- ranjang. Kalian selalu melakukannya sepanjang hari.Bila kau pulang cepat, di waktu yang sama, kau buru-buru menyelinap keluar dari pintu belakang.
Illy juga selalu pandai berakting seolah sepanjang hari sibuk menulis artikel budaya untuk koran lokal, beberapa puisi picisan untuk majalah remaja, menghitung untungrugi beberapa usaha alternatif yang hingga kini belum direalisasikan, atau membereskan pekerjaan rumah sebagaimana dilakukan oleh para ibu rumah tangga --atau bahkan para pembantu rumah tangga. (Bukan, bukan kau yang meminta Illy melakukannya. Dia sendirilah yang mengajukan diri seolah menenggang kesibukan yang membelitmu, seolah tahu diri dengan status penganggurannya). Selayang pandang, Illy memang tampil sebagai suami yang sayang istri. Ya, walau menjadi penopang keuangan keluarga, kau tak pernah berpikir untuk membabukan suami.
Kau hanya sering heran, mengapa Illy selalu lupa merapikan seprei ranjang atau sofa panjang ruang tengah. Kau selalu mendapati dua perabotan itu dalam keadaan kusut atau berantakan. Kau tak pernah menaruh curiga kepadanya. Kau seolah lupa, sepengangguran apa pun, Illy adalah seorang sarjana, Illy adalah laki-laki normal yang haus kehangatan, Illy bukanlah seorang dungu yang setia-buta menantikan kau pulang larut malam dalam keadaan lelah yang sangat (dan Illy menyiapkan air hangat yang akan membilas lelahmu agar kau dapat menyongsong malam dengan mimpi yang menerbangkan kepenatan). Lagi pula takkah kau merindukan kehadiran seorang anak, Lili?
Ah, yang terang, kau tak pernah tahu, Illy hanya memandangimu yang pulas di sampingnya (Oh Lili, takkah kau iba kepadanya?); kau tak pernah sadar bahwa kau tak pernah punya waktu untuk bertarung dengannya di dalam kelambu brokat tembus pandang; kau juga tak pernah tahu, akhirnya Illy melampiaskan gairah kepada kesepiannya, kepada yang tiba-tiba meluangkan waktu untuk mendengar curhatnya, kepada yang tiba- tiba mendengarkan setiap keluh-kesahnya, kepada yang selalu memberi pertimbangan perihal usaha yang akan ia buka, kepada yang selalu memberi kenikmatan tak tertanggungkan tanpa harus berlaku sepertimu dulu: menerapkan kamasutra yang aneh-aneh lalu menganggurkannya sekian lama hingga saat ini! Kau sangat kejam, Lili!
***
 PAGI itu, kau tergesa-gesa mengunyah nasi goreng masakan Illy ketika ponselmu berdering nyaring. Direktur memintamu ke kantor lebih awal. Ada rapat mendadak dengan klien di perusahaan. Tanpa banyak ba-bi-bu, kauoke- kan saja. Kau tinggalkan sarapan yang baru kau lahap dua sendok. Terburu-buru kau ambil segelas sirup-sunkis dan meminumnya seperempat isi. Setengah berteriak kau pamit. Kau tutup pintu serampangan. Menuju Avanza yang baru selesai dicuci Illy pagi tadi. Tak sampai dua menit, mobil metalik itu sudah membawamu menyusur jalanan yang bingar oleh perang klakson.
Di kantor, kau akan mendampingi laki-laki fl amboyan yang kau panggil ’’Pak Direktur’’ untuk mengikuti rapat yang akan dimulai satu jam lagi. Kau tahu kalau laki-laki itu sudah lama menaruh hati kepadamu. Namun kau mengabaikannya saja. Tentu saja kau tidak menunjukkanya. Kau masih cukup cerdas memilih; kapan me melengkungkan senyum, kapan mengejek ketakberdayaan pimpinan. Kau selalu pandai berkilah bila rekan-rekan kantor (khususnya yang wanita) kerap mengolok-olokmu. Kepada mereka kau nyatakan bahwa kau memang tak membantah perihal Pak Direktur yang sangat perhatian, namun kau menolak dikatakan mendapatkannya dalam porsi lebih, apalagi dengan cara yang tak semestinya.
Pak Direktur hanya ingin menunjukkan bahwa karyawan yang baik akan mendapat tempat yang lebih layak, ujarmu sok bijak.
Kau terenyak mendapati berkas-berkas di dalam mapmu. Ada yang kurang. Kau lirik arloji mungil yang melilit pergelangan tangan kirimu. Tiga puluh menit lagi rapat akan dimulai. Kau minta izin keluar sebentar. Pak Direktur menunjukkan air muka keberatan. Namun senyum manis yang kau sunggingkan, seolah-olah meyakinkan pimpinan perusahaan itu bahwa kau akan kembali sebelum rapat dibuka. Ya, tentu saja tak kau katakan bahwa kau pulang mengambil beberapa nota kesepakatan yang akan ditandatangani klien perusahaan di akhir rapat.
Kau nyalakan mobil. Kau tarik napas agak panjang sebelum menginjak pedal gas. Kau akan mengemudi dalam kecepatan tinggi. Mobil melaju. Cepat. Kau pasang konsentrasi tinggi. Mobilmu meliuk dengan mulus di beberapa simpang dan jalan yang tak rata. Baru kali ini kau dapati bukti bahwa keadaan genting dapat melecutkan keberanian hingga beberapa kali lipat.
Kau bunyikan klakson beberapa kali namun Illy tak kunjung membukakan pagar. Kau pun kesal. Kau turun dari mobil. Kau menggeret pagar dengan muka kusut. Kau parkir mobil sekenanya di halaman (sebenarnya bisa saja kau memarkirkan mobil di depan pagar tapi kau khawatir ada mobil lain yang akan melintas di jalan kompleks yang sempit itu). Kau menarik gerendel pintu depan dengan gerakan malas. Kau banting pintu. Kau gegas ke ruang kerja. Kau membuka lemari yang biasa kau gunakan untuk menyimpan berkas-berkas kantor. Sembari memeriksa berkas-berkas yang belum juga ditemukan, kau memanggil-manggil suamimu. Tentu saja kau bukan hendak meminta bantuannya untuk mencarikan beberapa map penting karena ia memang tak tahu apaapa tentang pekerjaanmu. Kau hanya ingin memastikan bahwa suamimu ada di rumah. Kau hanya ingin tahu mengapa ia tidak mengunci sekaligus membukakan pagar dan pintu untukmu ... Mengapa ia mengabaikanmu!
Praaanggggg!!
Kau menoleh. Vas bunga kristal yang dihadiahkan Pak Direktur di hari ulang tahunmu beberapa bulan yang lalu, tersenggol siku tanganmu. Pecah. Beling-beling berserakan di lantai. Kau makin kesal. Mulutmu mulai merunyam. Beberapa kali kau panggil suamimu dengan berteriak. Tak juga ada tanggapan. Ponselmu berdering. Nama Pak Direktur mengedap-kedipkan layarnya. Irama degup jantungmu mulai timpang. Butir-butir keringat berebutan menerobos pori-pori kulitmu. Kau menarik napas panjang sebelum memutuskan menjawab panggilan.
Klek!
Perasaan lega dan khawatir bertabrakan dalam dadamu ketika mendapati panggilan terputus sebelum sempat kau jawab. Kau gegas menekuri lemari berkasmu. Ups! matamu berbinar cerlang. Kau akhirnya menemukan apa yang kau cari. Kau melirik arloji di tangan. O, rapat pasti baru saja dimulai, gumammu. Kau tahu, Pak Direktur pasti marah. Tapi memilih mendampinginya tanpa berkas yang harus ditandatangani, tentu dapat membuatmu terdepak dari posisi nyaman.
Baru saja hendak menuju pintu, kau mendengar suara dari arah kamarmu. O, suara itu memang berasal dari sana. Dan, suara itu. O, benarkah suara itu benar-benar dari kamar? Itu suara suamiku, batinmu bergetar. Suara itu, suara itu, desahan itu, desahan yang menggambarkan kenikmatan yang tengah didaki.
Benarkah desahan itu memanggil-manggil namaku, batinmu menggigil.
Bahumu turun-naik. Perasaanmu benar-benar tak tentu. O, tidakkah kau sadar, sudah lama nian kau tidak membuat suamimu mengeluarkan suara-suara yang meremangkan gairah? Dan kini.... O kini, kepalamu bergasing demi menerka siapa yang telah membuat suamimu sebergelora saat ini!
Kau bersijingkat mendekati pintu kamar. Pelan-pelan kau buka pintunya yang tidak terkunci. Kau mengintip. Awalnya kau sipitkan sebelah mata sebelum akhirnya tanpa kendali kau belalakkan kedua indera penglihatanmu itu. Kau berteriak sembari berlari menuju suamimu yang bergeliat di atas seprei ranjang yang kusut.
Paaakkkk!
Sebelah tanganmu terasa berdenyar sehabis menampar sebelah pipi laki-laki yang sedari tadi sibuk memegangi kelaminnya sendiri!
Illy pun terkesiap tak alang kepalang. Refl eks ia bangun, mengeret tubuhnya ke pojok ranjang, lalu meraih selimut untuk menutupi kemaluannya. Ia benar-benar malu dengan apa yang baru saja terjadi. Kau pun memandanginya dengan tatapan iba. Sekujur tubuh suamimu simbah oleh keringat.
Tampaknya kau benar-benar merinduiku, Sayang..., ujarmu seperti bergumam. Suaramu seperti merasa sangat berdosa.
Illy masih menggigil. Ia seperti remaja yang habis digagahi tiga orang sekaligus. Tatapannya kosong. Ia terus memanggil-manggil namamu. Kau tak kuasa meneteskan air mata. Kau seolah baru sadar telah mengabaikan suamimu lebih dari setahun belakangan.
Kau lepaskan stiletto-mu. Kau naik ke atas ranjang. Kau peluk suamimu seolah menenangkan seorang anak kecil yang habis dihajar ayah tiri. Kau rapat-rapatkan dadamu ke wajahnya dan ia terus saja memanggil-manggil namamu.
Aku di sini, Sayang, ujarmu lagi dengan nada menenangkan seraya melepaskan syal yang melilit lehermu. Aku juga sangat merinduimu, lanjutmu dengan wajah penuh rona. Kini, kau lepaskan semua yang menutupi tubuhmu. Kau pikir, bercinta dengan suamimu siang itu adalah salah satu cara untuk mengakui kealpaanmu selama ini. Kau seperti mendadak tak peduli pada rapat di kantor yang akan segera berakhir. Kau tak tahu kalau suamimu benar-benar bingung apa yang tengah dihadapi. Sungguh, ia ingin melanjutkan percintaan denganmu, perempuan yang menggiring jemarinya mencumbui selangkangan sendiri...
Gubrraaakkk!!
Tendangan kaki kanan Illy membuatmu terjerengkang dari atas ranjang. Tubuhmu berguling-guling di lantai. Kau rasakan banyak kunang-kunang mengitari kepala. Pelipismu meneteskan cairan marun kental. Samar-samar kau lihat Illy meraih tembikar seukuran tubuh bayi dan.... o o o, ia mengarahkannya ke arahmu, ke kepalamu!
Kau tak sempat berteriak, seolah membiarkan deringan ponsel dalam tas kerjamu (nama Pak Direktur mengedap-kedipkan layarnya) membisingkan siang itu, seolah membiarkan kematian datang bersama ketaktahuan yang mengenaskan: Yang Illy inginkan bukan Lili, tapi Lily! (*)

sumber :
http://dittoprasetyo13.blogspot.com/
http://igede-praditya.blogspot.com/2013/10/artikel-dengan-ragam-bahasa-ilmiah-semi.html
http://kumpulan-cerpen.blogspot.com/2012/12/huruf-terakhir.html
http://beniatiliest.blogspot.com/2011/06/contoh-artikel-ilmiah-jurnal-populer.html
http://inug-nugi.blogspot.com/2011/12/wacana-ilmiah-wacana-semi-ilmiah-dan.html
http://kurapan-manasuka.blogspot.com/2013/10/artikel-dengan-bentuk-bahasa.html